FoodFezt: Teknologi Digital Buat Kuliner, Kenapa Tidak? (Review FoodFezt di SKH Kedaulatan Rakyat)

TEKNOLOGI informasi (TI) telah merambah segala lini kehidupan masyarakat. Perkembangan teknologi digital memang luar biasa, termasuk di negara berkembang seperti Indonesia. Para praktisi bisnis pun banyak yang memanfaatkan fasilitas TI/ teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan berbagai nilai tambah lainnya.
Fajar Handika, General Manager Jogja Foodfest di Jalan Kaliurang Yogyakarta, termasuk salah seorang pebisnis yang mengedepankan penggunaan perangkat digital di rumah makannya, krena berbagai nilai plus yang bisa diperoleh dari penerapan TI tersebut. Kebetulan pula Fajar merupakan jebolan Teknik Komputer UGM, sehingga apa yang ia peroleh di kampus pun diterapkan dalam bisnisnya.
"Kami menerapkan teknologi Foodfest Integrated Kit chen System (FIKS) yang secara sederhana bisa diartikan sebagai sebuah konsep integral antara waitress-kitchen-cashier-back office serta realtime. Sebenarnya ini juga bukan konsep terlalu baru karena beberapa restoran di Jakarta dan Singapura banyak yang sudah menggunakan perangkat seperti PDA sebagai gadget waitress ketika mereka menangani pesanan," jelas Fajar Handika didampingi Public Relations/ Marketing Jogja Foodfest Faiz kepada KR baru-baru ini.
Beberapa piranti yang memegang peranan penting dalam konsep FIKS antara lain internet server, database server, POS server, order terminal, kitchen monitor, print servers, printers, wireless access points, router, dan PDA.Fajar yang memang punya minat besar terhadap TI menuturkan, internet server berfungsi untuk menghubungkan database server dengan dunia luar. Dengan alat ini, semua aktivitas di rumah makan bisa dimonitor melalui virtual private network/VPN over internet dari mana saja. Artinya, si pemilik rumah makan bisa mengetahui berapa orang yang sedang makan, siapa saja waitress yang melayani, apa saja pesanannya, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyajikan pesanan kepada pelanggan. Termasuk pengunjung yang sudah pesan namun belum juga terlayani akan dapat diketahui, karena dari layar monitor komputer terdapat beberapa warna sebagai indikator lama tidaknya pengunjung menunggu menu.
Elemen penting lainnya adalah router yang berfungsi sebagai jantung dari FIKS. Semua perangkat yang menggunakan koneksi kabel tersambung ke router ini. Sedangkan WAP fungsinya mirip router, tapi nirkabel. Semua PDA dan komputer yang terhubung ke jaringan secara nirkabel akan terhubung ke sini dengan protokol wifi dan diteruskan ke router.
Yang tidak kalah pentingnya database server. Komponen ini berupa sebuah komputer server yang berisi semua data transaksi yang terjadi. Segala kegiatan apapun yang berhubungan dengan order akan dicatat di sini, dan PDA menjadi bawaan wajib bagi para waitress. Piranti ini digunakan para waitress untuk melakukan input order, melihat ketersediaan menu, maupun status meja. Data pemesanan itu itu akan disinkronisasi secara realtime dengan database server.
Manfaat penggunaan teknologi digital di bidang kuliner, menurut Fajar Handika, penggunaan perangkat TI atau digital dalam bisnis kuliner cukup menguntungkan dari sisi efisiensi biaya, waktu, tenaga, dan sebagainya. Ketika pemilik restoran mengimplementasikan teknologi digital dengan sistem tertentu, akan mendapat beberapa benefit seperti efisiensi sumber daya manusia, cost cutting pembuatan captain order, dan meminimalisasi human error.

"Dengan sistem seperti ini, akan ada data penjualan secara detail berdasarkan waktu dan jenis makanan yang terjual. Pemilik resto bisa menganalisis berapa jumlah tamu yang datang dalam kurun waktu tertentu, berapa persen penjualan es teh dibanding es jeruk, dan sebagainya. Jadi kenapa tidak menggunakan TI di bidang kuliner?" ucap Fajar Handika.
Memang untuk itu dibutuhkan investasi. Tapi menurut Fajar, mahal tidaknya investasi untuk perangkat digital tersebut relatif. Sebab, jika dengan sistem manual, konvensional dan tradisional, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sumber daya manusia yang bertambah pada saat restoran ramai, berapa tenaga yang harus dikeluarkan jika pelayan harus naik-turun lantai atas dan bawah melayani tamu dengan mondar-mandir, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mencetak nota pesanan (captain order) yang kemudian hanya dibuang, bagaimana risiko kesalahan membaca jika pesanan hanya ditulis tangan yang berdampak pada turunnya kualitas layanan, bagaimana risiko sistem administrasi keuangan karena menggantungkan cash register saja tentunya tidak cukup, serta beragam pertimbangan lainnya.